Tentang Kamu: Tentang Berdamai dengan Masa Lalu

Saturday, December 31, 2016


Usai membaca buku Tere Liye yang berjudul Pulang, saya pernah menulis bahwa tampaknya saya akan menjadi pembaca setia novel-novel Tere Liye.

Karena apa?

Karena waktu itu saya mulai menyadari bahwa Tere Liye tidak bisa lagi dianggap remeh! Tere Liye telah tumbuh dan berkembang begitu pesat melebihi dari apa yang bisa ‘terbaca’ oleh saya dulu, sepuluh tahun lalu ketika pertama kali membaca karyanya yang berjudul Hafalan Salat Delisa. 

Karena Tere Liye terus menulis tanpa henti. Sebentar-sebentar bukunya terbit. Kekonsistenannya menulis buku telah membuat Tere Liye menjadi salah satu penulis yang berada di garis terdepan di negeri ini. Buku-bukunya sering masuk dalam daftar buku laris.

Dan usai membaca buku terbarunya yang berjudul Tentang Kamu ini, saya tahu saya tidak salah pernah menuliskannya.

Well, sebelum semuanya dimulai, mari terlebih dahulu saya  beritahu indikator yang bisa membuat saya menikmati sebuah bacaan. Salah satunya adalah cerita yang akan membuat saya penasaran setengah mati sehingga saya tidak ingin berhenti membacanya sampai selesai, meski untuk itu saya harus rela begadang––hal  yang sudah jarang saya lakukan sekarang.

Itulah yang terjadi ketika saya membaca Tentang Kamu. Dari halaman-halaman awal saya sudah diberi kejutan ala cerita-cerita detektif penulis luar.

Cerita dibuka dengan kehadiran tokoh utama bernama Zaman Zulkarnaen––ya benar, dia orang Indonesia––yang menerima telepon pagi-pagi sekali dari kantornya di hari libur  kerja agar dia segera ke kantor––sebuah firma hukum yang berada di kawasan Belgrave Square, hanya beberapa ratus meter dari Istana Buckingham. Thompson & Co., begitu nama firma hukum tempat Zaman bekerja selama setahun terakhir, adalah sebuah firma hukum legendaris sekaligus idealis di kota London, yang lebih sering berkutat pada penyelesaian persoalan harta warisan.

Thompson & Co. baru saja dilimpahi kasus pelik terkait berita kematian seorang klien––seorang wanita berumur 70 tahun––dan harta warisan yang dimilikinya. Warisan tersebut diklaim memiliki harta senilai satu miliar poundsterling atau setara dengan 19 trilyun rupiah. Masalahnya adalah warisan tersebut tidak memiliki pewaris. Lebih rumit lagi, di akhir hidupnya wanita tersebut dengan sengaja memutuskan untuk hidup sederhana di panti jompo di kota Paris! Lalu meninggal tanpa pernah mengatakan apapun terkait harta yang dimilikinya.

Maka pagi itu, penguasa tunggal dan pengacara senior di Thompson & Co. memutuskan bahwa Zaman-lah yang akan menyelesaikan kasus tersebut––menelusuri pewaris sah harta tersebut, karena jika tidak, harta si wanita akan diambil alih oleh  kerajaan Inggris.

Harta warisan bernilai besar itu atas nama hukum akan diambil alih oleh Ratu Inggris tanpa kejelasan siapa pewarisnya (hal. 420).

Bagaimana Zaman bisa mendapat tugas menyelesaikan kasus yang dirasa rumit ini, sementara di  Thompson & Co., Zaman hanyalah seorang junior associate––pengacara junior?

Ini tak lain dan tak bukan adalah karena wanita milyarder tersebut adalah orang Indonesia. Sebuah kenyataan yang membuat yang membuat membuat Zaman kaget.

“Sri Ningsih.”
Nama klien tersebut Sri Ningsih? Pemilik harta warisan senilai 19 trilyun rupiah yang baru saja meninggal itu orang Indonesia? Bukankah Sir Thompson bilang wanita tua itu memegang paspor Inggris? (hal. 15).

Maka untuk menemukan siapa pewaris Sri Ningsih, Zaman harus menelusuri kehidupan masa lalunya. Penelusuran Zaman dimulai dari panti Jompo di Paris. Di Paris, Zaman menemukan kunci rahasia kehidupan Sri Ningsih di masa lalu di Indonesia, melalui sebuah diari yang dititipkan Sri Ningsih ke penjaga panti, sebelum Sri menghembuskan napas terakhirnya.

Di sini, di tempat di mana rumah-rumah saling bersinggungan atap, tiada tanah, rumput, apalagi pepohonan yang terlihat oleh elang yang terbang tinggi. Di sini, di mana rumah-rumah yang tumbuh dari atas permukaan laut, perahu tertambat di tiang-tiang. Dan kambing-kambing mengunyah kertas. (hal. 48)

Begitu sedikit cuplikan isi diari Sri Ningsih, juz pertama dari keseluruhan lima Juz––mungkin karena Sri pernah menjadi santri maka dia menyebut bagian-bagian dari catatan diarinya sebagai “Juz”.

Berbekal kata kunci di diari Sri Ningsih dan mesin pencari google, Zaman menemukan bahwa tempat tersebut ternyata bernama Pulau Bungin, terletak di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat.

Dan dengan mengandalkan Google pula, saya menemukan gambar-gambar eksotis sebuah pulau kecil yang padat; dengan rumah-rumah yang tumbuh dari atas permukaan laut dengan atap yang saling bersinggungan, tiada rumput, tiada pepohonan––sebagaimana isi diari Sri Ningsih. Inilah Pulau Bungin.




Dari Pulau Bungin, petualangan Zaman mencari pewaris harta warisan dimulai.

Di Pulau Bungin, tabir kehidupan masa lalu Sri Ningsih mulai terbuka. Melalui teman masa kecil Sri Ningsih, Zaman mendengarkan cerita kisah pilu Sri Ningsih. Sebuah peristiwa besar mengakhiri keberadaan Sri Ningsih di Pulau Bungin. Peristiwa yang membuat Sri Ningsih dan adiknya, Tilamutta, akhirnya kehilangan keluarga. Saya tidak akan menceritakan peristiwa apa itu karena saya ingin kalian, pembaca, juga bisa merasakan sensasi peristiwa tersebut. Usai peristiwa memilukan di Pulau Bungin, Sri yang saat itu beranjak remaja, memutuskan meninggalkan Pulau Bungin dan Sumbawa untuk selama-selamanya.

Petualangan di Surakarta dan Jakarta
Mengikuti jejak hidup Sri dengan dipandu oleh isi diarinya, Zaman berpindah ke Surakarta, tepatnya di pesantren milik Kiai Ma’sum.  Di sini, Zaman bertemu dengan Nuraini, putri almarhum Kiai Ma’sum, yang menjadi teman Sri Ningsih semasa remaja hingga berusia dua puluh tahun. Melalui Nuraini, Zaman mendapati cerita kehidupan Sri Ningsih selama tinggal di pesantren Kiai Ma’sum, tak lupa kisah tiga bersahabat antara Sri Ningsih, Nuraini, dan Lastri.

Sayangnya kisah manis persahabatan tersebut rusak karena timbulnya rasa iri. Sebuah peristiwa besar di akhir September 1965 mengakhiri semua kisah Sri Ningsih di pesantren Kiai Ma’sum. Mungkin inilah salah satu satu fragmen hidup Sri Ningsih yang paling menyakitkan. Ketika membaca bagian ini, malam itu saya tidak bisa tidur. Di satu sisi saya penasaran setengah mati, di sisi lain peristiwa itu membuat tulang-tulang saya ngilu.




Setelah peristiwa itu, setelah Sri Ningsih kehilangan adik satu-satunya, Sri Ningsih memutuskan untuk meninggalkan Surakarta untuk selama-lamanya dan menuju Jakarta.

Bagaimana Sri Ningsih akhirnya berhasil membuka pabrik sabun cuci di Jakarta dengan omset milyaran rupiah? Beruntung, berkat Nuraini, Zaman bisa mendapatkan surat-surat Ningsih yang dikirimkan kepada Nuraini. Melalui surat-surat itu, Zaman menyatukan kepingan-kepingan hidup Sri Ningsih di Jakarta, termasuk perjuangannya membangun pabrik sabun cuci. Melalui tokoh berikutnya, Chaterine, Zaman melengkapi kepingan cerita Sri Ningsih.

Tidak ada peristiwa besar yang menyakitkan Sri Ningsih di sini, tetapi kenapa pada akhirnya Sri Ningsih masih melakukan pelarian––meninggalkan Jakarta dan Indonesia untuk selama-lamanya?

Begitu juga saat Sri Ningsih menjalani dua puluh tahun kehidupan di London. Ketika dua bayinya meninggal disusul kepergian suaminya untuk selama-lamanya, Sri pun meninggalkan London untuk selama-lamanya dan memutuskan hidup di panti jompo di Paris.

“Aku ingat sekali ekspresi wajahnya, beliau seperi habis bertemu hantu––aku tidak berlebihan, seperti itulah harfiahnya.” (Chaterine kepada Zaman, hal. 275).

“Iya, Aami. Wajahnya pucat pasi, seperti habis bertemu hantu.” (salah satu keluarga Khan di London bercerita, saat terakhir kalinya melihat Sri Ningsih, hal. 416).

Benarkah Sri telah melihat hantu, seperti saat-saat terakhirnya di Jakarta dan London? Dengan tidak ditemukannya pewaris Sri Ningsih, bagaimana nasib harta Sri Ningsih? Penasaran, kan? Buku setebal 524 halaman ini akan menjawab semua rasa penasaranmu.

Wait, jangan terkecoh dengan judulnya––pun ketika membaca blurb di sampul belakang––yang sangat ‘bernuansa’ novel romance sekali. Jika kau penggemar buku-buku Tere Liye, kau pasti tahu Tere Liye tidak menulis kisah roman belaka kecuali dengan menyelipkan pesan moral di dalamnya.

Sebagai novel yang diramu ala cerita detektif, salah satu cirinya adalah pembaca dibuat penasaran setengah mati dan tidak ingin berhenti membacanya sebelum sampai di halaman terakhir. Ini bahaya! Karena untuk menuntaskan rasa penasaran, kau mungkin akan lupa jadwal makan siang dan tidak tidur hingga jam 3 malam! Bahaya––untuk seorang ibu seperti saya, lol.

Selain keunggulan-keunggulan di atas, saya mencatat beberapa keunggulan lainnya dalam novel Tentang Kamu. Saya merangkumnya dalam beberapa poin:

1.     Karakter Misterius
Ciri khas novel ala cerita-cerita detektif adalah karakter misterius. Ketika cerita dibuka dengan suguhan potensi konflik, itu adalah pertanyaan besar tentang ‘Siapa Sri Ningsih?’ Sesungguhnya, pertanyaan ‘siapa’ (sang tokoh) sudah mewakili banyak pertanyaan terkait Sri Ningsih. Untuk itulah perjalanan Zaman Zulkarnen dimulai.
Selama masa pencarian identitas Sri dan pengumpulan keping-keping hidup Sri mulai dari Pulau Bungin hingga London dan berakhir di Paris, pembaca juga akan disuguhkan dengan banyak karakter misterius. Karakter yang awalnya kita kira tidak punya peran apa-apa di awal cerita, ternyata memiliki hubungan yang besar dengan tokoh utama. Atau, karakter yang  hilang di tengah cerita  dan kita kira tidak akan muncul lagi, eh, malah karakter tersebutlah yang menjadi inti cerita di masa lalu, selain karakter utama Sri Ningsih. Belum lagi karakter-karakter baru yang bisa kita temui setiap pembaca berpindah ke episode berikutnya kehidupan Sri Ningsih di tempat baru.
Dari keseluruhan karakter yang misterius, tentu saya paling suka dengan karakter Sri Ningsih. Sri Ningsih mungkin perempuan paling tegar dan paling berbesar hati yang pernah saya ketahui. Bayangkan dia pernah jobless di kota Jakarta dan London selama beberapa bulan tetapi dia tetap bertahan dan percaya masih ada cahaya harapan di depan. Bayangkan dia pernah mendapat siksaan dari ibu tirinya selama lima tahun di Pulau Bungin, tetapi dia tetap mencoba menolong ibu tirinya saat rumah mereka terbakar––menembus kobaran api untuk menyelematkan ibu tirinya. Bayangkan dia pernah menyaksikan pengkhianatan sahabatnya ketika peristiwa 30 September 1965 sehingga mengakibatkan orang-orang terkasihnya, Kiai Ma’sum dan istrinya, meninggal di tangan-tangan pejuang komunis. Sri Ningsih sudah pernah mengalami hal-hal yang berat dan menyakitkan sepanjang hidupnya. Dia tidak pernah mendendam dan tegar menghadapi berbagai ujian berat kehidupan. Mungkin karakter Sri Ningsih adalah tokoh rekaan Tere Liye, tapi percayalah, di dunia nyata saya pernah menjumpai tokoh dengan kebesaran hatinya yang seluas samudera seperti Sri Ningsih.  

2.     Plot Yang Unik
Tere Liye tidak membiarkan tokoh Zaman ‘bermain’ sendiri dalam menjalankan alur cerita. Setengah cerita ‘digerakkan’ oleh tokoh-tokoh yang dijumpai Zaman selama pencarian tentang siapa Sri Ningsih. Setiap tokoh hadir dengan membawa ceritanya masing-masing yang mengejutkan. Kisah juga mengalir lewat surat-surat yang ditulis oleh Sri Ningsih sendiri. Terakhir kali saya membaca buku dengan plot yang unik seperti ini adalah ketika saya membaca novel Amazing Thing karya penulis perempuan India-Amerika, Chitra Banerjee Divakaruni. Saya sangat menyukai cara penceritaan seperti ini karena membuatnya seolah-olah ada banyak kisah dalam satu kisah.  Menjadi menarik ketika Tere Liye memasukkan sedikit konflik keluarga Zaman di Indonesia terkait harta warisan. Meskipun sedikit kisah hidup keluarganya tidak ada hubungannya dengan cerita inti kehidupan Sri Ningsih, tetapi ini cara yang cerdas sebagai pengecoh.

3.     Sensasi petualangan ke berbagai tempat 
Buat saya, petualangan yang paling mengasyikkan adalah bertualang melalui buku. Dengan menggunakan setting di berbagai tempat di belahan bumi, bersama buku ini, kita akan diajak merasakan sensasi keterasingan kehidupan di Pulau Bungin; merasakan kehidupan pesantren dan masyarakat Jawa pedesaan di masa-masa penuh gejolak politik di tahun 1965; melihat kesibukan kota London yang padat; atau berjalan-jalan di Paris.
Terkait setting di banyak tempat ini, tentulah buku ini tidak ditulis terburu-buru. Ada banyak tempat harus dicari tahu agar pembaca betul-betul bisa merasakan berada di berbagai tempat tersebut. Dalam hal ini, Tere Liye telah berhasil membawa saya menikmati berbagai tempat-tempat indah di atas.   

4.     Riset yang Kuat
Tidak hanya riset kuat tentang setting, Tere Liye juga tampak tidak asal-asalan dalam menuliskan tentang informasi latar belakang hukum harta warisan dan bagaimana sistem di sebuah perusahaan berjalan. Dalam beberapa novelnya, Tere Liye tak jarang ‘berbicara’ tentang dunia ekonomi; tentang pasar modal, tentang ekonomi pasar gelap, dan tentang jual beli saham sebagaimana di buku ini. Ini tidak mengherankan. Tere Liye adalah seorang lulusan Ekonomi. Diperkuat dengan riset, novelnya ini jadi terasa memikat.

5.     Novel Rasa Film
Persamaan dengan Pulang dengan Tentang Kamu adalah keduanya memiliki citarasa film. Adegan per adegannya sangat filmis sekali. Jika difilmkan, ini akan menjadi film yang seru dan menegangkan.

Meski demikian, novel ini bukanlah sebuah karya yang terlalu sempurna. Masih terdapat lubang di beberapa tempat. Saya mencatatnya beberapa, di antaranya:

1.     Kebingungan umur tokoh
Rentang kejadian dalam novel ini termasuk rentang waktu yang lama, dari tahun 1944 hingga 2016. Tampaknya penulis terlalu fokus dengan ‘hitung-hitungan’ penambahan usia tokoh utama––Sri Ningsih­, sehingga lupa dengan ‘hitung-hitungan’ yang tepat untuk tokoh lain. Sueb bang sopir ojek online misalnya. Pada halaman 212 tertulis: Usia sueb empat puluh tahunan. Itu adalah umur Sueb di tahun 2016 karena narasi tentang umur Sueb yang empat puluh tahun ada di tahun 2016. Karena empat puluh tahunan itu tidak jelas tertulis di angka berapa, jadi kita ambil angka tengah saja, yaitu 45 tahun. Jika di tahun 2016 Sueb berumur 46 tahun, maka Sueb lahir tahun 1971. Karena Sueb lahir tahun 1971, jadi bagaimana mungkin Sueb bisa bercerita dengan fasih tentang apa yang terjadi pada bioskop Megaria di tahun 1960 (hal. 233), sementara tidak penjelasan bahwa Sueb mendengar cerita dari orangtuanya. Di halaman 251, ketika peristiwa 15 Januari 1974, ada pernyataan Sueb: “Waktu itu usia aye belum genap dua puluh tahun.” Belum sampai dua puluh tahun saya artikan antara 18 atau 19 tahun. Bagaimana mungkin Sueb berumur belum sampai dua puluhan di tahun 1974 jika dia lahir tahun 1971?

2.     Menemukan petunjuk kasus dengan mudah
Menuju ending, kasus mulai terang benderang, tetapi kuncinya terlalu mudah. Setelah akhirnya Zaman mendapatkan surat wasiat Sri Ningsih, tiba-tiba saja Zaman bisa ‘menuduh’ bahwa Ningrum adalah orang yang ‘menghantui’ Sri Ningsih selama ini, sementara tidak ada petunjuk ke arah itu.

3.     Typo
Meskipun typo di buku termasuk menganggu, tetapi secara keseluruhan saya tidak menganggap typo adalah masalah, asal jangan terlalu banyak saja, hampir ada di setiap halaman misalnya, itu baru masalah.
Beberapa typo yang sempat terlihat oleh saya:
-          Halaman 84: tertulis Sri Rahayu, seharusnya Sri Ningsih.
-          Halaman 267 tertulis: Susanya seharusnya sisanya
-          Halaman 269; tertulis tujuh anak-anakmu, seharusnya lima karena di surat yang sama (268) tertulis putra kelima, dan Nuraini memang hanya memiliki lima anak, bukan tujuh anak
-           
Secara keseluruhan, menurut saya novel ini bagus. Kalian yang menginginkan bacaan dengan sensasi rasa penasaran dan kejutan yang meletup-letup, saya merekomendasikan untuk membaca buku ini.

Terakhir, setelah membaca buku ini, saya terinspirasi ingin menjadi seperti Sri Ningsih. Dia perempuan yang kuat, tegar, pekerja keras, tidak mudah menyerah, tidak cengeng, tidak mudah marah, tidak pernah mendendam, suka menolong, tidak pernah melupakan pertolongan orang––banyak sekali.

Semoga kalian mendapat inspirsi yang sama.

Selamat membaca!

Judul buku: Tentang Kamu
Penulis      : Tere Liye
Penerbit    : Republika
Cetakan     : I
Tahun terbit: 2016
Tebal buku: 524 halaman

You Might Also Like

16 comments

  1. Konten,konsep dan konteks resensinya bagus kak..
    Semoga difilmkan ya kak..

    ReplyDelete
  2. Reviewnya lengkap banget kak :D

    Kelebihan Tere Liye adalah diksinya yang terasa pas dan ternyata aku udah lama nggak baca buku dia sejak negeri para bedebah

    ReplyDelete
  3. What a recommended book. Terimakasih atas sharingnya, Kak. ;)

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Komplit ini reviewnya kak... Nufus baru selesai baca novel Pulang.. Pingin baca yang Tentang Kamu ini juga.

    Novelnya do'i terus aja berjejer di rak-rak toko buku ya.. Segala tema dilibas kayaknya.

    Good Luck kak

    ReplyDelete
  6. Baru 1 buku penulis ini yg saya baca, mngkn ini buku selanjutnya.

    ReplyDelete
  7. Aku juga baca yang Hafalan Shalat Delisha, sukaaa.. Tapi belum lagi membeli buku Tere Liye yang lainnya, huhuhu. Tahun 2017 harus rajin baca lagi nis, jadi terinspirasi pas ke sini. :D

    ReplyDelete
  8. Buku Tere Liye yang pertama saya baca adalah Berjuta Rasanya. Isinya ternyata kumpulan cerpen tipe majalah remaja tetapi cukup inspiratif. Agak syok juga setelah membaca sekitar 40 halaman pertama buku itu dan tidak saya lanjutkan lagi.

    Sepertinya kualitas penulisan Tere Liye di setiap buku tidak sama, ya. Tentang Kamu mungkin kualitasnya semakin baik, sata belum baca ^_^

    ReplyDelete
  9. Aku suka tokoh rajendra khan, lucu2 garing gitu. Tapi lebih suka sama tokoh Hakan sih, menyentuh.

    ReplyDelete
  10. yang ini belum baca. jadi pengen ...

    ReplyDelete
  11. Sepertinya memang menarik, buktinya aku mampu habiskan resensi ini sekali duduk. Jadi ingin beli bukunya

    ReplyDelete
  12. aku jadi penasaran sama pulau bungin, kayak apa ya? :D klo nama sri ningsih emang kental nama indonesianya, jadi agak aneh klo disebutnya kebangsaan Inggris.

    ReplyDelete
  13. Saya belum pernah baca buku ini, cuma beberapa teman bilang kalau buku ini bagus. Setelah baca reviewnya disini kayaknya memang beneran bagus :)

    ReplyDelete

Like us on Facebook