Perahu Kertas; 'Dongeng' Cinta Remaja Ala Dee

Saturday, November 22, 2014


Kapan ya terakhir kali saya membaca buku Dee, saya tidak ingat persis. Yang pasti itu sudah lama sekali, bertahun-tahun lalu. Itu adalah buku yang berjudul Filosofi Kopi, dan saya langsung suka dengan tulisan Dee. Sementara buku Perahu Kertas ini sudah lama sekali ngejogrok di lemari buku, tapi baru sempat membacanya akhir-akhir ini. Hari gini baru membaca Perahu Kertas? Tak apalah lambat, daripada tidak sama sekali :D Jadi, ada untungnya juga saya ikutan #ReviewChallenge bersama teman-teman di facebook. Selain cukup siginifikan mendongkrak semangat menulis (review), ini juga mendongkrak semangat saya untuk lebih banyak membaca. Tidak sekadar membelinya lalu simpan, xixixii…
Saking fenomenalnya buku ini, saya kira saya tak perlu menuliskan buku ini bercerita tentang apa :D
Dibanding buku Dee yang terakhir kalinya saya baca, tidak ada yang istimewa dari buku ini. Saya seperti membaca buku-buku remaja lainnya.  Setelah membaca ‘tulisan penutup’ Dee di bagian belakang buku, saya menyimpulkan bahwa sepertinya buku ini adalah naskah pertama yang ditulisnya, meskipun pada akhirnya ini menjadi buku keenam Dee, karena terbit dalam rentang waktu yang lama sejak pertama sekali ditulis dalam bentuk draft tulisan. Jadi saya kira wajar jika diksi buku ini biasa-biasa saja. Selain karena ini adalah tulisan pertama Dee, ini juga adalah cerita roman dengan tokohnya remaja. Tapi, Dee adalah seorang ‘pendongeng’ yang ulung. Ia begitu lihai mengaduk-aduk emosi pembaca. Sebagaimana perasaan saya yang campur aduk ketika mengikuti perkembangan hubungan Kugy dan Keenan, dua tokoh sentral novel ini.
Awalnya  saya suka dengan tokoh Kugy dan Keenan. Mereka berdua cocok untuk saling melengkapi. Tapi sampai pertengahan buku, perasaan saya terhadap Kugy dan Keenan berubah. Apalagi terhadap Keenan yang sempat meyakinkan dirinya sendiri akan memilih Luhde. Tapi setelah tiga tahun terpisah dengan Kugy dan bertemu Kugy kembali, ia malah luluh lagi pada Kugy karena perasaan masa lalu. Begitu juga dengan Kugy, ia telah meyakinkan  Remi dengan seyakin-yakinnya, tapi janji tinggal janji.
Sesungguhnya, saya benci sama tokoh plin plan seperti ini, wkwwk…
Okelah, ini adalah tujuan penulis agar hubungan dua anak manusia ini mengalami apa yang disebut pasang surut, yang pada akhirnya kebahagiaan yang didapat Kugy dan Keenan adalah pengorbanan orang lain. Kalau kata pepatah, menari-nari di atas penderitaan orang lain. Begitu kali, ya? :D
Meski demikian, saya cukup menikmati proses pasang surut hubungan Keenan dan Kugy. Selama empat tahun, selama itu pula mereka hanya memendam perasaan saling suka di hati masing-masing, tanpa keduanya saling mengetahui.
Harus saya akui, Dee begitu lihai menyusun plot cerita. Kapan saatnya perasaan keduanya buncah dan kapan saatnya mereka memutuskan dengan setengah hati untuk menyerah. Pola ceritanya begitu terus, berulang-ulang meski melalui tokoh figuran yang berbeda. Dari Ojos ke Remi di sisi Kugy, sementara di sisi Keenan, dari Wanda ke Luhde. Akhirnya, perasaan itu bermuara di tempat yang seharusnya.  Seperti perahu kertas Kugy yang bermuara di tempat yang seharusnya, yaitu laut, bukannya selokan, bukan kali, bukan juga sungai.
Beberapa kejanggalan :
-     Matahari yang terik membuat pipi Kugy seperti tomat ranum. Sudah seharian ia dijemur, tapi anak itu tidak terganggu. (Hal 370) >>> agak aneh menyebut ‘anak’ untuk Kugy sementara pada waktu kejadian tersebut, Kugy bukan lagi anak remaja,  bukan lagi anak kuliah, melainkan sudah menjadi perempuan dewasa.
-     Buku yang saya baca ini adalah buku cetakan keempat. Namun masih ada beberapa typo yang saya temukan.
-     Terakhir, ini mungkin hanya soal selera. Mari berbicara tentang Remi, lelaki yang pernah menjadi kekasih Kugy. Menurut saya agak aneh jika lelaki se-cool Remi, makin ke sini makin nggak cool. Pada Kugy ia dengan mudahnya curhat tentang seseorang, pada Keenan yang baru saja akrab dengannya, ia juga begitu. Atau, dalam kehidupan nyata, memang ada lelaki yang seperti itu, ya?
Overall, meski ini bukan buku terbaik Dee (menurut saya), tapi Perahu Kertas adalah salah satu buku remaja terbaik yang ditulis oleh pengarang Indonesia.  Nggak rugi deh dibaca.

You Might Also Like

8 comments

  1. aku jg dah lamaaa baca buku ini..
    ini buku Dee versi enteng ya.. bisa dibaca cepet.. hehe..

    ReplyDelete
  2. Iya mbak Linda, ini buku Dee versi enteng dibaca. tidak berat dan tidak terlalu banyak berfilosofi. Biarpun ringan tapi tetap enak bacanya :D
    Aku ketinggalan baca ini, wkwkw :p

    ReplyDelete
  3. Saya suka novel dee yang ini, bener, bikin emosi teraduk2:-)

    ReplyDelete
  4. Demi membaca resensi ini, saya kok kayak ketularan plin-plan, antara seperti suka dan enggak sama jalan ceritanya :D

    Mungkin sudah waktunya saya membaca novel-novel Dee hihi...

    ReplyDelete
  5. Wah, ga disebutin sinopsisnya apa. Perlu kok mbaa... aku termasuk yg nggak tau ini ceritanya tentang apa. Gak update buku-buku baru kecuali dikasih gratisan :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hah?? yang betul mbak ela? Soalnya ini buku lama dan sudah difilmkan pula :D

      Delete
  6. udah lama baca buku ini. hampir semua buku Dee aku sudah baca semua :)

    ReplyDelete
  7. ada rensensi buku dyah rinni yang judulnya manjedi djo ?

    ReplyDelete

Like us on Facebook