Saat Kesetiaan Menemukan Ujian
Thursday, January 16, 2014
Judul Buku : Frankfurt to Jakarta; Janji,
Kenangan, dan Takdir.
Penulis : Leyla Hana & Annisah Rasbell
Penerbit : Edu Penguin
Tahun Terbit : Juni, 2013
Tebal : 320 halaman
ISBN : 602-17777-2-7
Sepertinya, menulis novel duet (satu
novel ditulis oleh dua orang) sedang menjadi tren saat ini. Bahkan ada penerbit
yang akhir-akhir ini rutin menerbitkan novel-novel yang ditulis oleh dua orang.
Salah satu contohnya adalah novel ‘Frankfurt to Jakarta’.
‘Frankfurt to Jakarta’ adalah sebuah
novel hasil kolaborasi dua penulis muda Indonesia. Yang satu, Leyla Hana,
merupakan penulis yang sudah sejak lama menulis
novel dan buku-buku islami. Sejak novel islami pertamanya terbit awal
tahun 2000-an, hingga kini Leyla masih rutin menulis dan novel-novelnya masih
terus diterbitkan. Satunya lagi, Annisah Rasbell, adalah penulis pendatang baru
yang sejak lama bermukin di luar negeri. Dengan kata lain, ‘Frankfurt to
Jakarta’ adalah hasil kolaborasi apik antara penulis senior dan penulis
pendatang baru. Bahkan menurut Annisah Rasbell, ‘Frankfurt to Jakarta’ adalah
novel perdana yang ditulisnya. Uniknya lagi, dua penulis ini berhasil
menyatukan satu novel dari dua hasil pikir mereka tanpa melalui pertemuan di
dunia nyata. Mereka tinggal di dua negara dan dua benua berbeda tanpa pernah
bertemu sebelumnya. Tentu ini tidak mudah, mengingat pengalaman masing-masing
yang begitu berbeda, juga soal bagaimana mengelola tebaran ide untuk satu visi
yang sama. Antara Indonesia dan Jerman, maka jadilah sebuah novel roman
‘Frankfurt to Jakarta’.
Novel ini bisa disebut sebagai novel roman
karena ‘Frankfurt to Jakarta’ memang novel percintaan dewasa. Meski novel
dewasa tapi tidak menutup kemungkinan bisa dibaca oleh siapa saja. Tidak ada
hal-hal tabu atau kalimat-kalimat vulgar yang digambarkan oleh penulis dalam
novel ini, meski tokoh-tokohnya orang-orang dewasa, bahkan suami istri.
Ada apa di antara Frankfut dan Jakarta?
Dua kota yang tak hanya terbentang jarak, juga menyimpan sebuah kisah cinta.
Penulis memilih dua kota ini sebagai latar cerita, sebagaimana latar belakang
pengalaman dua penulis berhubungan dengan dua kota tersebut. Ini adalah cara
paling aman dalam mengeksplor tempat berlangsungnya sebuah cerita. Leyla Hana
di Jakarta dan Annisah Rasbel di Frankfurt. Selain memilih cara paling aman
saat memilih setting cerita, kedua penulis juga memilih cara paling aman
saat menggambarkan karakter tokoh-tokoh perempuannya, yaitu karakter yang mirip
dengan kepribadian masing-masing penulis, setidaknya hampir mirip jika tidak
bisa dikatakan mirip sama sekali. Begitulah yang bisa ditangkap ketika membaca
kepribadian Andini dan Rianda, dua tokoh sentral dalam novel ini.
Dua perempuan ini terjebak dalam sebuah
dilema dunia keperempuanan; yang satu karena terpaksa menikah di usia muda lalu
menjadi upik abu yang tahunya hanya mengurus jengkal-jengkal rumahnya saja,
sementara satunya lagi karena menjadi perempuan yang terlalu modern yang karena
sebuah kondisi, terpaksa mengabaikan sisi-sisi keperempuannya yang masih
membutuhkan kasih sayang seorang laki-laki. Anehnya, keduanya serasa ingin
bertukar peran. Andini bermimpi bisa menjadi perempuan seperti Rianda,
sebaliknya Rianda justru ingin menjadi perempuan seperti Andini.
Dua orang yang berada di dua tempat
yang berbeda, dua dunia yang berbeda, dua obsesi yang berbeda, namun memiliki
satu tujuan, yaitu mencintai laki-laki yang sama. Fedi, laki-laki yang dicintai
oleh Andini dan Rianda, membuat dua perempuan ini harus berdiri di sebuah
persimpangan dan tak tahu harus melangkah ke mana. Maka yang terjadi kemudian
adalah seperti yang jamak kita baca dalam novel-novel roman cinta segitiga;
memilih dan dipilih. Dua hal yang sama sulitnya ketika tokoh-tokohnya terjebak
dalam sebuah labirin cinta segitiga. Siapa yang harus disalahkan? Apakah karena
Andini yang terlalu menerima, setia dan manut terhadap suaminya? Apakah karena
Fedi yang telah jatuh cinta terlabih dahulu pada Rianda? Atau, apakah karena
Rianda kembali merajut kasih dengan Fedi yang seharusnya tidak dilakukannya? Di
titik inilah kesetiaan Andini terhadap suaminya benar-benar diuji.
Mengurai kisah cinta segitiga seperti
mengurai benang kusut, ditambah dengan kenyataan bahwa Fedi dan Andini menikah
karena dijodohkan sementara di hati Fedi
menyimpan nama perempuan lain. Harusnya benang kusut ini menjadi
benar-benar kusut, semrawut, carut marut, seandainya penulis lebih mengeksplor
lagi alasan kenapa Fedi menerima Andini sebagai istrinya tanpa bantahan,
sehingga cerita segitiga ini akan meninggalkan kesan mendalam di hati pembaca
tanpa merasa gemas karena sikap seorang suami yang terkesan plin plan.
Novel ini mengambil penceritaan dari
dua sudut pandang, orang pertama dan orang ketiga. Setiap perpindahan sudut
pandang dipisahkan oleh setiap bab secara bergantian; sudut pandang orang
pertama lalu beralih ke sudut pandang orang ketiga, begitu seterusnya. Cara
seperti ini akan memudahkan pembaca setiap kali memulai membaca bab baru.
Pembaca akan langsung kenal tokoh mana yang dimaksud dalam bab tersebut. Namun
dengan penceritaan yang berfokus pada dua tokoh perempuan ini saja, membuat
tokoh laki-laki yang juga merupakan tokoh sentral dalam novel ini menjadi
tereliminasi dalam banyak hal, salah satunya adalah karakter Fedi yang kurang
kuat. Namun penulis dengan dengan bijak menutupinya dengan kisah mengharu biru
di antara perasaan Andini dan Rianda.
Membaca novel ini akan menyadarkan
pembaca bahwa menikah bukan saja menyatukan dua manusia atas nama cinta. Lebih
dari itu, menikah adalah sebuah proses perjalanan hidup yang di dalamnya
terdapat komitmen-komitmen, di mana suami dan istri terikat secara jiwa dan
raga, secara sadar dan tidak sadar, terhadap komitmen tersebut. Dan menikah
karena mencari ridha Allah adalah sebaik-baik tujuan menikah. Andini, tokoh
dalam novel ini, sudah membuktikan hal tersebut di akhir kisah yang manis.
Selamat membaca!*
11 comments
Assalammualaikum, eh kak Heky (gaya anak di rumah sebelah) udah punya blog baru ya, selamat ya kak :-)
ReplyDeleteMirip blognya penerbit rak buku:-)
ReplyDeleteAndini tabah beneeeer yah Mbak Eky. Nice resensi :)
ReplyDeleteIhan:
ReplyDeleteMaaciiiiiih eeaaa
mbk Lyta:
Ohya? saya udah berkunjung ke blog penerbit rak, kok aye taj nemuin di mana miripnya ya mbak, xixixiiiii...
Mbak Oci:
bener mbak, saking tabahnya, bikin gemeeeees. untungnya penulis kasih hepi ending, xixiii...tengkiu mbk Oci ;)
Pida lagi nunjukkan blog buku kk ke hamdi. Soalnya dia mau pida suruh ikut reading challengenya indiva. Jadi biar belajar dulu gimana cara meriview sebuah buku. Hehehehe
ReplyDeleteWah, mantap itu Fida, Keren sangat seandainya Hamdi mau bikin review buku, apalagi sampai punya blog khusus buku kayak gini, setidaknya untuk anak seusianya.
ReplyDeleteKutunggu ya, mau lihat iniii, hihiiii
Makasiiih Mba Eky udah mau meresensi, dan ada banyak masukan yg amat berarti :-D
ReplyDeleteMasukan geje ini mbak, sebuah sudut pandang dari seorang pembaca, hihi..eniwe, makasih mbak :)
ReplyDeleteNovel duet udah menjadi tren, wow, suatu saat saya akan menulis karya duet juga nih. Semoga. :)
ReplyDeleteJadi pengeennnn baca. Kayaknya ceritanya romantis2 gimana gitu... makasih review nya Mbak :) salam kenal :)
ReplyDeleteSalam kenal kembali mb Sofia
ReplyDelete